KALTIMOKE, BONTANG – Pengembangan Kawasan Industri Bontang Lestari masih dihadapkan pada berbagai tantangan. Selain soal lahan, salah satu kendala besar adalah mahalnya harga tanah yang tidak sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP).
Hal ini disampaikan oleh Analis Kebijakan Ahli Muda Bidang Penanaman Modal DPMPTSP Bontang, Karel. Ia mengatakan bahwa harga tanah yang terlalu tinggi bisa membuat investor enggan menanamkan modalnya di kawasan tersebut.
“Kalau harga tanah terlalu tinggi, investor pasti pikir-pikir. Akhirnya lahan itu hanya jadi kosong dan tidak berkembang,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Menurut Karel, sebaiknya harga tanah tetap disesuaikan dengan NJOP. Ia tidak melarang masyarakat menjual tanah dengan harga yang mereka inginkan, tapi diimbau agar masih dalam batas wajar dan tidak jauh di atas ketentuan.
“Pemerintah sudah menyesuaikan harga dengan NJOP. Kalau pun mau naik, ya silahkan asal masih dalam batas toleransi. Jangan sampai melonjak tinggi,” jelasnya.
Ia juga mengingatkan soal potensi permainan harga oleh oknum-oknum tertentu yang justru merugikan proses investasi.
“Jangan sampai ada pihak yang sengaja menaikkan harga demi keuntungan pribadi. Ini bisa menghambat masuknya investor,” tegasnya.
Untuk mengatasi persoalan ini, DPMPTSP Bontang berencana membentuk tim bersama Badan Pertanahan Nasional (BPN) dan Dinas Perumahan dan Permukiman (Perkim). Tim ini nantinya akan melakukan sosialisasi kepada warga tentang pentingnya penyesuaian harga tanah sesuai aturan.
“Selama ini, banyak investor langsung negosiasi ke pemilik lahan. Kadang sempat ada gejolak karena harga dianggap terlalu rendah. Padahal, harga tanah di dataran tinggi tentu beda dengan yang di dataran rendah,” tambah Karel.
Ia berharap dengan pengendalian harga yang wajar dan transparan, Kawasan Industri Bontang Lestari bisa berkembang lebih cepat dan menarik lebih banyak investor. (adv)





