KALTIMOKE, BONTANG – Polemik wilayah Kampung Sidrap antara warga Kutai Timur dan Bontang masih menjadi isu yang berlarut hingga saat ini.
Sengketa batas wilayah Kampung Sidrap kini mendapat perhatian lebih. Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, bertemu langsung dengan Jajaran Komite I DPD RI di Rumah Jabatan Wali Kota Bontang, Rabu, (9/7/2025), untuk menyampaikan permasalahan tersebut.
Dalam pertemuan yang berlangsung pada malam hari itu, Neni memaparkan detail sengketa dan berharap dapat menemukan solusi yang lebih jelas.
Kampung Sidrap, yang menurut peta administratif seharusnya berada di bawah Kecamatan Sangatta Selatan, Kabupaten Kutai Timur, telah menjadi titik polemik selama bertahun-tahun. Meski secara de jure berada di wilayah Kutim, secara de facto, Kampung Sidrap sudah lebih dari puluhan tahun menjadi bagian dari administrasi Kota Bontang.
“Awalnya tujuh RT di Kampung Sidrap masuk dalam wilayah Bontang. Namun kini, setelah melalui berbagai proses, wilayah tersebut kembali masuk ke Kabupaten Kutai Timur,” ungkap Neni.
Sengketa ini telah diputuskan sementara oleh Mahkamah Konstitusi, namun hingga saat ini proses penyelesaian masih membutuhkan perhatian lebih. Gubernur Kalimantan Timur kini memfasilitasi proses tersebut. Neni berharap, Komite I DPD RI dapat berperan aktif dalam menyelesaikan konflik ini, terutama dengan mempertimbangkan kepentingan masyarakat yang tinggal di wilayah tersebut.
Di balik sengketa ini, ada keinginan kuat dari warga Sidrap untuk tetap menjadi bagian dari Kota Bontang. Meski hanya seluas 162 hektar, Kampung Sidrap memiliki sejumlah alasan kuat untuk mendukung keberadaannya di Bontang, termasuk pelayanan publik yang lebih mudah dijangkau.
“Warga Sidrap banyak yang memiliki KTP Bontang dan sebagian besar fasilitas pelayanan publik mereka ada di Bontang, Warga juga merasa lebih nyaman dengan akses kesehatan, pendidikan, dan layanan publik lainnya yang lebih dekat dengan Bontang,” tambah Neni
Selain membahas sengketa wilayah, Neni juga menyoroti isu pemekaran Kabupaten Kutai Timur yang sedang digagas. Rencana pemekaran tersebut akan membagi Kutim menjadi dua wilayah: Kutai Timur dan Kutai Utara (Sakulirang). Namun, bagi sebagian warga Sidrap, pemekaran tersebut bukanlah solusi. Mereka tetap menginginkan wilayah mereka tetap berada di bawah pengelolaan Bontang untuk kemudahan akses layanan.
Selain masalah sengketa wilayah, dalam kesempatan tersebut, Neni juga memaparkan berbagai capaian dan program prioritas yang telah dilaksanakan selama kepemimpinannya. Salah satu pencapaian yang dibanggakan adalah berhasil menurunkan angka kemiskinan ekstrem di Bontang hingga mencapai angka nol persen.
“Kami berkomitmen agar tidak ada lagi warga miskin di Bontang. Kami ingin membangun masyarakat yang lebih sejahtera melalui peningkatan kualitas sumber daya manusia,” ujar Neni dengan penuh keyakinan.
Pemerintah Kota Bontang juga memberikan perhatian khusus pada sektor pendidikan. Salah satunya, dengan memberikan subsidi penuh untuk Uang Kuliah Tunggal (UKT) dan Satuan Kredit Semester (SKS) bagi 1.888 mahasiswa lokal yang kuliah di kampus-kampus di Bontang.
Bahkan, untuk mendukung perkembangan pendidikan, Pemkot Bontang meningkatkan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk sekolah swasta, agar tidak ada lagi sekolah yang memungut biaya dari siswa.
Sebagai langkah lebih lanjut, Pemkot Bontang juga memberikan insentif sebesar Rp2 juta per bulan bagi guru swasta dan penggiat agama. Ini bertujuan untuk membangun kecerdasan yang seimbang di kalangan generasi muda Bontang, mencakup aspek intelektual, emosional, dan spiritual.
Sebelumnya, Komite I DPD RI yang dipimpin oleh Andi Sofyan Hasdam turut melakukan kunjungan ke Bontang untuk melihat langsung perkembangan di daerah tersebut, termasuk mendalami masalah sengketa wilayah. Diharapkan kunjungan ini dapat memberikan perspektif yang lebih jelas dan mendorong percepatan penyelesaian konflik batas wilayah Sidrap.
Di akhir sambutannya, Wali Kota Bontang mengungkapkan harapannya bahwa Kabupaten Kutai Timur bisa “ikhlas” menerima keputusan yang mendukung kembali integrasi Kampung Sidrap dengan Kota Bontang. “Mudah-mudahan, komunikasi yang lebih intens dapat membawa solusi terbaik bagi warga Sidrap,” pungkas Neni.
Dengan segala dinamika yang terjadi, pertemuan ini menjadi salah satu momen penting dalam perjalanan Kota Bontang dalam menyelesaikan konflik wilayah yang telah berlangsung lama. Semoga, keputusan yang diambil nanti bisa memuaskan semua pihak dan memberikan kejelasan bagi masa depan Kampung Sidrap.





