KALTIMOKE.CO.ID – Pemerintah Kota Bontang kembali menyuarakan harapannya agar dukungan terhadap pengintegrasian Kampung Sidrap ke dalam wilayah administratif Bontang mendapat sokongan penuh dari legislatif provinsi.
Harapan tersebut disampaikan langsung oleh Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, saat membuka Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) RPJMD Kota Bontang 2025–2029, yang digelar Senin (19/5/2025) di Pendopo Rumah Jabatan Wali Kota. Kegiatan ini turut dihadiri oleh delapan anggota DPRD Kalimantan Timur dari daerah pemilihan Bontang, Kutai Timur, dan Berau.
Dalam kesempatan itu, Neni memaparkan bahwa Pemkot telah lama mengupayakan pengalihan wilayah Kampung Sidrap ke Bontang. Proses ini sudah menempuh berbagai tahapan, mulai dari konsultasi tingkat daerah hingga pusat, termasuk mengikuti serangkaian sidang di Mahkamah Konstitusi (MK) untuk memperjuangkan aspirasi warga Sidrap yang mayoritas menginginkan bergabung dengan Bontang.
“Harapannya bisa difasilitasi. Ini cuma 162 hektare, sangat kecil. Isunya bukan sekadar wilayah, tapi soal bagaimana kami bisa memberikan pelayanan publik yang lebih baik,” tegas Neni dalam forum tersebut.
Lebih lanjut, ia menyebut bahwa dari segi kebutuhan pembangunan, Bontang sangat terbatas secara geografis. Luas wilayahnya sekitar 34.977 hektare, dengan sebagian besar (sekitar 70,29 persen) berupa perairan. Luas daratannya hanya 19.700 hektare.
“Wilayah kita sempit sekali. Kalau dibandingkan, mungkin hanya seukuran satu HGU di Kutim,” ucap Neni.
Untuk diketahui, Mahkamah Konstitusi telah melaksanakan sidang lanjutan ke-IX pada Senin (28/4/2025) terkait sengketa batas wilayah Kampung Sidrap. Putusan MK yang dibacakan Rabu (14/5/2025) dalam Perkara Nomor 10-PS/PUU-XXII/2024 menetapkan bahwa Gubernur Kalimantan Timur wajib memfasilitasi penyelesaian masalah batas wilayah tersebut.
Dalam putusannya, MK menekankan bahwa mediasi ini harus melibatkan Pemkab Kutai Timur, Pemkab Kutai Kartanegara, serta Kemendagri sebagai pengawas proses penyelesaian.
“Penyelesaian harus difasilitasi oleh Gubernur paling lama tiga bulan sejak putusan dibacakan,” ujar Ketua MK Suhartoyo saat menyampaikan amar putusan di Ruang Sidang Pleno MK, Jakarta.