Neni Sebut Polemik Sidrap Bukan Soal Menang atau Kalah Tapi Pelayanan Maksimal Ke Masyarakat

KALTIMOKE, BONTANG — Polemik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim) kembali memanas. Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan pihaknya siap membawa permasalahan ini ke Mahkamah Konstitusi (MK) jika mediasi dengan Kutim masih tidak ada titik temu.

Pernyataan ini disampaikan saat kunjungan Gubernur Kalimantan Timur, Rudy Mas’ud, yang didampingi langsung oleh Wali Kota Bontang ke kawasan Dusun Sidrap, Desa Martadinata, Senin (11/8/2025). Kunjungan tersebut bertujuan untuk memediasi konflik batas wilayah yang telah berlangsung bertahun-tahun.

Menurut Neni, kawasan yang dipersoalkan mencakup wilayah seluas 164 hektare dan terdiri dari tujuh Rukun Tetangga (RT), yang secara de facto warganya sudah mengakses layanan publik di Kota Bontang, seperti pendidikan, kesehatan, hingga lapangan pekerjaan.

“Ini bukan soal menang atau kalah, ini soal bagaimana kita memberikan pelayanan maksimal kepada masyarakat,” tegas Neni dalam pernyataannya.

Neni juga mengungkapkan bahwa banyak warga di wilayah tersebut telah ber-KTP Bontang dan berharap agar hak mereka atas pelayanan publik dapat diakomodasi secara sah dan resmi.

“Kami sudah bermohon kepada Kutim untuk menyelesaikan masalah ini secara baik-baik. Namun tetap ditolak, jadi masalah ini akan lanjutkan ke Mahkamah Konstitusi,” tambahnya.

Dalam diskusi yang berlangsung antara pemerintah dan perwakilan warga Sidrap, Wali Kota Neni menegaskan bahwa yang diperjuangkan adalah wilayah yang realistis dan dekat dengan Bontang, bukan seluruh kawasan perbatasan.

“Yang kami perjuangkan adalah Kelurahan Guntung, tujuh RT, seluas 164 hektare. Bukan sampai ke Teluk Pandan atau Kandolo, yang di bahas beberapa perwakilan itu terlalu jauh,” jelasnya.

Gubernur Kaltim Rudy Mas’ud menyampaikan bahwa ini upaya terakhir pemerintah provinsi memediasi Bontang dan Kutim dengan adil demi kepentingan masyarakat di kedua wilayah.

“Yang utama jadi pertimbangan itu hak masyarakat dalam mendapatkan pelayanan publik standar minimum untuk masyarakat, seperti layanan kesehatan, Pendidikan, pekerjaan, dan masih banyak aspek lainnya yang harus kita pertimbangkan, kalau tidak ada titik temu hari ini, di serahkan ke mendagri putusannya di ambil melalui Mahkamah Konstitusi,” tegasnya




Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *