KALTIMOKE, BONTANG – Gubernur Kalimantan Timur (Kaltim), Rudy Mas’ud, didampingi Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, meninjau langsung kawasan Dusun Sidrap, Desa Martadinata, pada Senin (11/8/2025), untuk memediasi polemik tapal batas antara Kota Bontang dan Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Kunjungan ini dilakukan menyusul tingginya aspirasi masyarakat Sidrap yang menginginkan wilayah mereka masuk ke dalam administrasi Kota Bontang. Sidrap secara administratif masuk dalam wilayah Kutim, namun secara sosial dan geografis dinilai lebih dekat ke Bontang.
“Kebutuhan sosial masyarakat jauh lebih penting daripada sekadar persoalan batas wilayah. Secara hukum, Sidrap masuk Kutim, tapi secara de facto lebih dekat ke Bontang,” ujar Gubernur Rudy Mas’ud di hadapan warga dan pejabat yang hadir.
Sementara itu, Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, menegaskan bahwa pihaknya telah lama mendengar aspirasi warga Sidrap. Ia meminta agar wilayah seluas 162 hektar tersebut bisa resmi masuk ke dalam wilayah Kota Bontang demi memperjelas pelayanan publik dan pembangunan infrastruktur.
“Kami memohon izin kepada Bupati Kutim agar wilayah ini bisa masuk Bontang. Kami sudah membangun Sidrap, tetapi harus ada kepastian hukum,” kata Neni.
“Baik fasilitas sosial maupun infrastruktur, kami siap penuhi. Sidrap dulunya bagian dari Bontang, makanya ada warga yang punya KTP Bontang,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Bupati Kutim, Ardiansyah Sulaiman, menegaskan bahwa pihaknya tetap berkomitmen untuk membangun Dusun Sidrap dan menyarankan agar persoalan ini tetap diselesaikan melalui jalur konstitusional.
“PDAM sebentar lagi masuk, jalan akan diperbaiki dan dicor. Kami tetap pada kesepakatan awal bahwa persoalan ini diselesaikan di Mahkamah Konstitusi (MK),” jelas Ardiansyah.
Meski mediasi belum membuahkan hasil konkret, Gubernur Rudy Mas’ud berharap seluruh pihak menghormati keputusan akhir yang akan ditetapkan oleh MK.
“Apapun hasilnya, jangan sampai memecah belah masyarakat dan menimbulkan ketidakadilan,” pesannya.
Polemik tapal batas ini telah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Warga Sidrap mengaku kerap mengalami kebingungan administrasi, mulai dari layanan kesehatan hingga pendidikan, akibat belum jelasnya status wilayah mereka.(*)