KALTIMOKE, BONTANG – Komitmen Pemerintah Kota Bontang dalam menghadirkan pendidikan agama yang inklusif kembali diwujudkan melalui “Pelatihan Guru dan Tenaga Pendidik bagi Penyandang Disabilitas Sensorik” yang digelar selama dua hari, 2–3 Agustus 2025, di Hotel Andika Bontang.
Kegiatan ini merupakan hasil kolaborasi Pemkot Bontang bersama Dewan Masjid Indonesia (DMI), PKPK Indonesia, dan BAZNAS. Sebanyak 33 peserta dari berbagai latar belakang mengikuti pelatihan ini, mulai dari guru Sekolah Luar Biasa (SLB), komunitas tuli, hingga perwakilan lembaga pendidikan dari Bontang dan Sangatta.
Wali Kota Bontang, Neni Moerniaeni, dalam sambutannya menegaskan pentingnya kesetaraan akses terhadap pendidikan agama bagi penyandang disabilitas.
“Justru kita yang dikaruniai fisik sempurna harus malu jika tidak semangat dalam belajar agama. Mereka yang disabilitas saja begitu gigih,” ujar Neni.
Ia juga menyampaikan bahwa dari 944 penyandang disabilitas di Bontang, sebanyak 771 orang masih aktif dan menjadi tanggung jawab bersama lintas sektor, termasuk dalam bidang keagamaan. Sebagai bentuk dukungan, wali kota turut memberikan bantuan transportasi kepada 10 peserta pelatihan.
Kegiatan ini mendapat apresiasi dari perwakilan Pimpinan Pusat DMI, yang menyebut pelatihan di Bontang sebagai yang paling istimewa dibandingkan kegiatan serupa di Surabaya dan Kuningan.
“Dukungan dari wali kota dan seluruh pihak di Bontang sangat luar biasa. Kami melihat sinergi nyata antara pemerintah dan masyarakat,” ungkap perwakilan DMI.
Dalam kesempatan tersebut, DMI juga mengungkapkan pengembangan Masjid Asyuhada yang sebelumnya dikenal sebagai masjid ramah anak menjadi masjid inklusif bagi penyandang disabilitas. Langkah ini dinilai sebagai upaya konkret menjadikan masjid sebagai ruang yang terbuka bagi semua lapisan masyarakat.
“Masjid Asyuhada menjadi contoh nasional. Dari ramah anak, kini menuju masjid ramah disabilitas. Ini langkah penting menuju masjid milik semua umat,” imbuhnya.(Adv)