Reporter : Tomy Gutama
BONTANG, KALTIMOKE – Sebagian besar kasus perceraian di Kota Bontang terjadi akibat adanya percekcokan dalam rumah tangga.
Dengan persentase 75 persen dari 386 kasus perceraian sampai dengan September tahun 2020.
Mulai dari hubungan di dalam kamar, miss komunikasi antar suami dan isteri, sampai dengan hadirnya orang ketiga.
“Secara rinci kita tidak ada data berapa jumlahnya, namun sebagian besar terjadi karena perselingkuhan,” ujar Ridwansyah Humas Pengadilan Agama Bontang saat ditemui di kantornya, Senin (21/9/2020).
Ia mengatakan faktor perselingkuhan di Kota Bontang dapat dikatakan tinggi. Tidak hanya dari pihak laki-laki tetapi juga perempuan.
“Biasanya kalau laki-laki karena tidak tahan godaan diluar, sedangkan kalau perempuan biasanya karena pelampiasan karena disakiti atau diselingkuhin sama suaminya,” ujarnya.
Ia mengatakan untuk rentang usia, rata-rata kasus perceraian di Pengadilan Agama Kota Bontang terjadi di usia 25 sampai dengan 40 tahun.
“Diatas itu ada namun tidak banyak hanya beberapa,” ucapnya.
Sementara kasus rujuk kembali dapat dikatakan kecil. Dari data yang ada hanya sekitar 1 persen saja yang mencabut berkas perceraian.
Namun, secara umum untuk tingkat perceraian di Kota Bontang dari tahun ke tahun tidak menampakan perubahan secara signifikan.
Pada tahun 2016 terdapat sebanyak 394 kasus. Dengan rincian 111cerai talak dan 383 cerai gugat.
Tahun 2017 terdapat 476 perceraian, 131 cerai talak dan 345 cerai gugat. Pada tahun 2018 ada 469 kasus, dengan 153 cerai talak dan 316 cerai gugat.
Sementara pada tahun 2019 sebanyak 475 kasus, 148 kasus talak dan 327 kasus gugatan.
“Cerai talak merupakan cerai yang diajukan oleh suami, sementara cerai gugat diajukan oleh istri. Kebanyakan memang istri yang mengajukan perceraian,” ujarnya.
Jadi kurang lebih saja tidak terlalu signifikan peningkatan maupun penurunannya 5 tahun belakangan ini tutupnya. (**)